Kamis, 30 Agustus 2012

Mutiara Dibalik Bukit



KEBERADAAN mutiara dibalik bukit umpama mutu manikam yang dicari dan dikejar oleh semua partisipan olahraga prestasi, namun sulit dicapai karena harus melalui bukit yang tinggi dan jalan yang terjal. Begitulah barangkali perumpamaan pelaksanaan pembinaan atlet olahraga prestasi di Tanah Air saat ini, karena seperangkat perundang-undangan dan peraturan tahun 2007 terkait pembinaan dan penggodogan yang dilakukan oleh KONI Pusat sebagai dewan pelaksana, yang didelegasikan kepada Satlak Prima UM, tapi penyelanggaraan pertandingannya dilakukan oleh KOI.

Dalam masa kepengurusan KONI Pusat yang baru terdapat sejumlah kendala yang bisa menghambat proses pembinaan menjelang Olimpiade di London, Inggris. Di antaranya, peralatan tes laboratorium yang telah dimiliki KONI Pusat seperti ergocycle, treadmill, EKG, dan lainnya sejak tahun 2007 dialihkan ke tempat lain tanpa dokumen yang jelas. Akibatnya, pemeriksaan dilakukan pengetesannya di lembaga lain. Kedua, pemeriksaan doping yang belum baku dan memenuhi standar. Ini makin diperburuk dengan minim dan pengetahuan Pusat dan daerah tentang prosedur pemeriksaan doping. Bangunan yang tersedia di lapangan untuk tes doping belum steril dari khalayak ramai dan belum memenuhi standar bangunan yang seharusnya.

Selain itu, pengetahuan tentang batasan dan perbedaan antara olahraga prestasi dengan olahraga masyarakat atau rekreasi belum banyak diketahui oleh pelaku olahraga. Sehingga sistem pengetesan dan pembinaannya dalam rangka FIT (Frequency, Intensity, dan Time) waktu latihan masih belum baku. Surat Edaran Mendagri nomor 32 ke daerah-daerah masih menjadi perdebatan di Konida-Konida dan Dispora-Dispora karena keterbatasan pengetahuan di bidang tersebut, sehingga KONI Pusat perlu mengadakan penyuluhan atau penataran untuk menyamakan visi-misi, pengelolaan serta penyelenggarannya.

Kendala lain adalah dikeluarkan peraturan berdasarkan UU No. 3 tahun 2005 tentang olahraga yang menyebabkan terjadi pemisahan antara KONI dan KOI: Ini merupakan suatu kendala karena kesinambungannya di dalam pelaksanaan pertandingan dan sebelumnya proses latihan ditangani oleh institusi yang berbeda. Terputus-putusnya proses latihan terutama setelah event yang besar sehingga mengakibatkan terjadinya detraining/penurunan prestasi. Inilah yang digapai para Duta Bangsa kita di Olimpiade di London 2012 karena waktu persiapan sangat singkat. Keseluruhannya mengakibatkan pencapain prestasi yang optimal sulit diharapkan karena waktu yang singkat dan organisasi pelaksana pembinaan atlet berbeda dengan organisasi yang membawakan atlet ke medan pertandingan. Tulisan ini hanya merupakan sebuah ilusi pemikiran.

Penulis 
DR. Dr.Zainal Abidin, Internist,DSM, Sp.GK,
(Ketua Bidang Sport Science dan Iptek KONI Pusat)

OLIMPIADE LONDON 2012-Sebuah renungan untuk perbaikan



OLAHRAGA telah terbukti mampu membangun karakter bangsa serta menjadi alat perekat demi semakin kokohnya persatuan dan kesatuan. Olahraga juga mampu mengangkat harkat dan martabat bangsa. Karena keberhasilan atlet kita meraih medali emas pada kejuaraan olahraga di luar negeri pulalah, sang saka  Merah Putih dapat dikibarkan secara resmi di sana.

Olimpiade London 2012 usai sudah, dan hasilnya sebagaimana kita ketahui negara-negara adidaya masih bercokol mendominasi singgasana sebagai kampiun penyabet medali terbanyak. Sementara itu, keberhasilan yang mampu diraih oleh negara-negara dari kawasan regional Asia Tenggara, seperti yang sudah diperkirakan sebelumnya, masih sangat jauh dari kisaran sepuluh besar.  Negeri kita tercinta Indonesia yang notabene adalah pemegang supremasi gelar juara umum pada pesta olahraga SEA Games 2011 yang baru lalu, masih belum mampu berbuat banyak. Kita hanya kebagian 1 medali perak dan 1 perunggu dan  berada pada urutan ke-63 dunia, jauh di bawah prestasi tetangga kita Thailand yang berada di peringkat ke-57.

Dengan kondisi geografi dan demografi serta kekayaan yang melimpah, sebenarnya sangat tidak pantas bila dalam bidang olahraga, kita kalah bersaing dengan negara-negara lain, terutama negara-negara tetangga dekat kita satu kawasan. Sejak tahun 2000-an seiring dengan kemajuan luar biasa yang dicapai oleh Cina (termasuk prestasi olahraga), kita hanya bisa terkesima. Kita juga hanya bisa tercengah manakala para atlet Negara tetagga kita Thailand mampu mengungguli prestasi atlet kita, baik di Asian Games maupun Olimpiade.

Entah secara kebetulan atau tidak, selalu saja setiap kali kita melakukan persiapan penyelenggaraan olahraga seperti PON, SEA Games dan Olimpiade, selalu menuai permasalahan yang cukup menghebohkan.  Masih lekat  dalam ingatan kita betapa hingar bingar tuduhan yang dtujukan kepada panitia dan Pemda Sumsel dalam penyiapan penyelenggaraan Sea Games 2011, beruntung kita berhasil keluar sebagai juara umum. Setelah itu dalam waktu yang hampir bersamaan kita dikejutkan dengan hembusan rumor, yang berkaitan dengan kesiapan dan pemberangkatan atlet ke Olimpiade  London, serta penyiapan sarana prasarana PON XVIII Riau. Dari London sayangnya kita harus menggigit jari walaupun tidak sampai putus. Sedangkan untuk PON XVIII di Riau, kita masih harus menunggu dengan waswas, apakah keinginan 33 provinsi berikut para pengurus besar cabang olahraga untuk merayakan pesta olahraga empat tahunan bisa tepat waktu dan lancar, walau hanya dengan cara minimalis-optimal sekalipun.

Apa mau dikata, rupanya kita memang terpaksa harus sering menerima satu keadaan di mana kita ini seolah-olah adalah orang miskin beneran, sedangkan di balik itu semua sebenarnya pemerintah telah menyiapkan dana yang cukup untuk semua keperluan, termasuk olahraga. Masalahnya adalah bagaimana menjaga, mengawal dan mengarahkan agar dana itu mengalir sesuai keperluan dan peruntukan serta prioritas.

Mungkin tidak ada salahnya bagi kita untuk mencontoh keberhasilan tetangga kita seperti Cina dan Thailand dalam mengurus Negara secara keseluruhan dan khususnya olahraga. Tanpa bermaksud melebih-lebihkan maka kita harus mengakui bahwa perkembangan olahraga Cina memang sangat spektakuler, sementara prestasi Thailand juga tidak bisa dipandang sebelah mata. Konon, salah satu penyebab keberhasilan Cina yang begitu dahsyat adalah keberpihakan dari semua stakeholdersyang diwujudkan dengan komitmen untuk menjadikan ‘olahraga sebagai kebanggaan bangsa’. 

Selanjutnya, berilah kesempatan dan dukungan penuh kepada organisasi yang paling kompeten dan paling bertanggung jawab terhadap maju mundurnya olahraga, yaitu Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI)  yang sesuai amanat Undang-undang Nomor 3 Tahun 2005 tentang Sistem Keolahragaan Nasional  bertugas mengoordinasikan induk organisasi cabang olahraga serta melaksanakan pengelolaan, pembinaan dan pengembangan olahraga prestasi. Bila tidak demikian, maka jangan salahkan kalau bukan bulutangkis saja yang akan terpuruk di kemudian hari,  tatapi juga cabang-cabang lainnya, termasuk kegagalan  kontingen kita dalam misi mempertahankan supremasi juara umum Sea Games 2013 Myanmar.

Abdul Aziz Manaf (Kabid Humas dan Media KONI Pusat)
(Sumber dari Go Sport edisi Selasa, 28 Agustus 2012)

Hasil Peninjauan Wasra, Lokasi Tes Doping Belum Selesai



TIM medis PON XVIII/2012 Riau September mendatang akan tersebar di tempat kedatangan. Untuk jalur udara di bandara, dan sejumlah titik untuk perjalanan darat dan air. Demikian dikatakan Ruswaldi Munir, Ketua Tim Kesehatan PB PON kepada Tim Kesehatan Wasra yang diketuai DR Zainal Abidin, di Riau, Rabu (1/8).

“Kami menyiapkan sekitar 39 medical room di venue olahraga dan dua medical center, satu di Rumbai dan satunya di Sutan Syarif Kasim II ini,” ujar Ruswaldi Munir, Ketua Tim Kesehatan PB PON di Riau, Rabu (1/8). Menurut Ruswandi bahwa tim medis nanti akan disiagakan di sejumlah titik lain, seperti lokasi pengambilan api PON hingga saat upacara pembukaan/penutupan berlangsung nanti.

Sumber daya manusia yang dibutuhkan untuk tim medis tidak sedikit. Hingga saat ini, PB PON telah melakukan proses rekruitmen diantaranya dokter, fisioterapis dan measure (pijat). “Nanti jadwal kerja mereka akan bergantian tiap dua jam dan tersebar di 39 cabang olahraga. Tiap satu cabang olahraga akan dilengkapi dengan satu dokter dua perawat.Sedangkan untuk medical center, di sana lengkap,” ujarnya.

Dalam hal ini, tim kesehatan PB PON bekerja sama dengan rumah sakit setempat di Riau. Baik rumah sakit pemerintah, TNI, maupun swasta. Sekaligus penyiapan fasilitas ambulan yang akan tersebar nantinya. Sementara, lokasi untuk tes doping PON belum di sterilisasi. Hal ini disebabkan karena saat ini sejumlah lokasi tersebut masih dalam tahap pembangunan. PB PON menargetkan, awal September lokasi tersebut sudah siap.

“Kami menyiapkan tes doping dan akan tersebar di seluruh venues. Kondisinya masih dibangun jadi belum disterilisasi. Target kami awal September ini semua sudah selesai,” ujar Ruswaldi. Tes doping di PON nanti akan dilakukan selayaknya ajang multievent olahraga lainnya. Selain membicarakan hal ini, persiapan medis juga dibicarakan. Menyusul Ketua bidang kesehatan tim pengawas dan pengarah (Wasra) PB PON, Zainal Abidin, meninjau progres yang berkembang. “Tujuan kami ke Riau Rabu ini adalah untuk meninjau ulang sejauh mana kesiapan tim medis PB PON untuk ajang olahraga empat tahunan nanti,” ujar Zainal Abidin yang juga Kabid Sport Sience & IPTEK Olahraga KONI Pusat. (Jordan)
(sumber website olaharagaonline.com edisi kamis, 2 Agustus 2012)

Pelatnas SEAG 2013, 1 Oktober 2012



PELATNAS SEA Games Myanmar 2013 akan digelar mulai 1 Oktober. Para atlet penghuni Pelatnas nantinya disaring dari PON XVIII/2012 di Riau September mendatang. Mereka yang keluar sebagai juara dan peringkat tiga besar, wajib melanjutkan pembinaan terpusat di bawah Satlak Prima.

“Tentunya kami tertolong dengan adanya PON dalam melakukan seleksi atlet untuk SEA Games 2013 nanti. Pada PON sendiri, saya berharap terciptanya pemecahan rekor nasional untuk peningkatan mutu prestasi atlet nasional. Hal ini dapat membantu KONI Pusat dan program Satlak Prima agar dapat segera memonitoring dan evaluasi untuk pelatnas jangka pendek SEA Games,” ungkap Ketua Umum KONI Pusat, Tono Suratman di Jakarta, Senin (27/8).

Tono menambahkan, jumlah atlet Pelatnas SEA Games 2013 dimulai dari 150 persen. Jumlah tersebut akan diisi oleh sekitar 1.200 atlet nasional. Jumlah tersebut berbeda dengan Pelatnas SEA Games 2011 di Jakarta dan Palembang lalu yang dimulai dari 200 persen. Alasannya, agar proses persiapan para atlet menjadi lebih efisien dan efektif. Mengenai SK, akan diambil berdasarkan data PON yang dinilainya sudah akurat.

“Ke depannya, sebagai pelajaran dan perlu digarisbawahi, tidak boleh lagi adanya keterlambatan anggaran dan peralatan. Untuk memenangkan suatu pertandingan, segala sesuatu persiapannya harus penuh. Dengan hasil ini, maka SK pun akan langsung dihitung per 1 Oktober,” tegasnya.

Sementara itu di SEA Games 2013 nanti, cabang unggulan Indonesia seperti sepatu roda dan panjat dinding tidak dipertandingkan. Pasalnya pada SEA Games sebelumnya di Indonesia, Merah Putih mendominasi perolehan medali emas. Hal ini mengakibatkan menurunnya potensi medali Tanah Air untuk mempertahankan gelar juara umum.

Sedangkan mengenai pembiayaan, Tono mengatakan sisa APBN 2012 masih mencukupi untuk mengadakan Pelatnas. Sisa anggaran tersebut berjumlah sekitar Rp 200 miliar. Selanjutnya, pihaknya akan tetap meminta kepada pemerintah dari APBN 2013. *tri
(Sumber Berita dari Media Go Sport edisi selasa,28 Agustus 2012)

Rabu, 29 Agustus 2012

Sosialisasi Sport Science Bidang Sport Medicien Manfaat FIT Dalam Aktifitas Olahraga


TAK banyak yang mengetahui aktivitas olahraga kususnya bagi atlet dan umumnya bagi masyrakat harus berpatokan dan mengacu kepada Frekwensi, Intensitas, dan Time (FIT). Ketiga mata rantai ini, tak bisa dipisahkan. Sebab selama kita beraktifitas semua organ tubuh pasti berfungsi, bukan hanya organ tubuh bagian dalam. Seperti jantung, paru-paru, dan organ lainnya serta sistem Neuromuskuler.

Seperti kita ketahui, jantung adalah motor dari sistem peredaran darah. Ia berguna untuk mengantarkan oksigen/zat asam dan hasil metabolisme ke seluruh tubuh yang vital. Selain itu, ia berfungsi membawa sisa metabolitan dari jaringan tubuh untuk diekresi keluar. Sedangkan Sistem Neuromaskuler bekerja menggerakkan anggota tubuh untuk melaksanakan aktivitas tersebut.

Dengan demikian, organ-organ tubuh tersebut hanya bisa tumbuh, berkembang, dan menghasilkan tenaga/kekuatan jika mereka mendapatkan aliran darah dengan nutrisi yang cukup. Hal ini tidak ada pengecualiannya berlaku juga untuk jantung itu sendiri. Jika jantung dan organ-organ yang vital tidak cukup mendapatkan aliran darah seperti yang diperlukan, misalnya karena adanya penyempitan pembuluh darah, maka jantung dan organ-organ yang vital tidak bisa memenuhi fungsi/tugasnya sebagaimana mestinya.

Pada saat kita berolahraga, jantung dan sistem peredaran darah harus bekerja lebih banyak. Detak nadi semakin cepat, tekanan darah dan nutrien yang semakin meningkat di jaringan, dengan sisa hasil metabolitan yang banyak seperti asam laktat dan benda-benda keton. Perubahan ini terjadi ada yang bersifat sementara dan ada yang bersifat tetap. Dimulai dengan perubahan fisiologis dan dalam waktu yang relatif lama akan terjadi perubahan morfologis yang lebih konsisten.

Contohnya pada waktu dilakukan tes beban. Misalnya ergocycle, maka dari waktu tensi/tekanan darah nadi dari atlet yang diperiksa akan meningkat sampai terjadi Steady State, dimana nadi dan tensinya tidak meningkat lagi dan bebannya perlu ditingkatkan lagi. Umumnya setelah dua sampai dua setengah menit, sehingga pada waktu inilah dilakukan pengukuran tensi, nadi dan kalau perlu asam laktatnya. Sebelum peningkatan beban yang berikutnya.

Dengan demikian akan didapatkan kurva dari tingginya pembebanan, tensi, nadi, dan asam laktatnya yang bisa digunakan pelatih untuk memprogramkan latihannya. Setelah mengadakan koordinasi dengan tim pengendali pelatnas di dalam rangka SMEP (Sistem Monitoring Evaluasi dan Pelaporan). Bersambung

PERUBAHAN tersebut sifatnya sementara dan akan kembali seperti sedia kala (semula) dalam waktu yang relatif singkat (3 sampai 5 menit untuk tensi dan nadi, 15 sampai 30 menit untuk asam laktat) tergantung usia dan kondisi atlet yang bersangkutan. Selanjutnya, agar terjadi perubahan fisiologis dan morfologis yang diharapkan dapat meningkatkan prestasi yang setinggi-tingginya dibutuhkan waktu yang lama, frekuensi dan intensitas yang tinggi yang berada dalam pelaksanaan FIT (Frekuensi Intensitas dan Time/Waktu).

Pada olahraga prestasi tingkat nasional maupun internasional, frekuensi yang dibutuhkan biasanya antara 11-14 kali/minggu. Sedangkan intensitas untuk kondisioning dengan sistem pembakaran terutama aerobik (cukup oksigen) dibutuhkan intensitas antara 75 -85 persen dari kemampuan maksimal, dan waktunya antara 60-90 menit. Untuk peningkatan Power Ausdauer dibutuhkan latihan dengan intensitas 85-95 persen yang berada dalam ambang aerobik dimana asam laktatnya sekitar 4 mmol/liter, dengan detak jantung 175-185/menit.

Sedangkan untuk peningkatan kapasitas anaerobik/stamina, intensitasnya diatas 95persen dengan sprint-sprint pendek. Waktunya antara 10-60 detik. Pembakaran terutama anaerobik, sehingga terbentuk akumulasi dan kadar asam laktat yang tinggi di atas 8 mmol/liter. Latihan ini dirasakan tidak mengenakan dan menyakitkan bagi atlet. Intensitas tersebut sangat membebankan sistem kardiovaskuler, dengan nadi dan pernapasan yang cepat. Zat gizi yang dibakar secara anaerobik (tanpa oksigen) dan sangat tidak ekonomis.

Karena dari satu molekul glukosa dengan pembakaran ini hanya terbentuk dua ATP dan jumlah asam laktat yang lambat laun akan terakumulasi dan dapat menimbulkan kelelahan. Sebab itu, olahraga yang dilakukan biasanya waktunya pendek seperti tersebut di atas. Sedangkan dengan pembakaran yang cukup oksigen (aerobik) akan menghasilkan ATP sebanyak 18-19 kali lebih besar yaitu 36-38 ATP. Sehingga proses latihannya dapat dilakukan dalam waktu yang relatif lama.

Sehingga semakin tinggi intensitas yang dilakukan, semakin rendah waktu yang bisa dicapai. Perbandingannya 90 persen dengan intensitas sedang, 7 persen dengan intensitas yang tinggi, dan 3 persen dengan intensitas yang sangat tinggi. Jadi, dengan menggunakan variasi intensitas dan volume latihan yang relevan, maka program latihan bisa dijadwalkan. Demikian Tips yang disampakan semoga bermanfaat bagi Atlet dan masyrakat Indonesia.
 
Penulis :

DR. Dr.  Zainal Abidin, DSM, Internist, SPGK.
(Kabid Sport Science & IPTEK Olahraga KONI Pusat.
Dirut Rumah Sakit dan Sport Medicine Zainuttaqwa Kota Bekasi)

Selasa, 28 Agustus 2012

Rumah Sakit Zainuttaqwa Berbasis Sports Medicine Pertama di Bekasi



MUNGKIN hingga kini perkembangan dan pembangun Rumah Sakit (RS) di Indonesia yang berbasisSports Medicine bisa dihitung dengan jari. Demikian halnya dengan Rumah Sakit Zainuttaqwa (RSZ) yang terletak di Jalan Kaliabang, Bekasi adalah RS pertama berbasis Sports Medicine di Bekasi. Kendati usianya RSZ ini terbilang Balita yang baru genap usia dua tahun. Sebab berdiri pada (mulai beroperasi) pertengahan Agustus 2010 lalu. Namun soal perkembangannnya terbilang pesat. Selain membuka fasilitas medis standar seperti rumah sakit tipe C, Rumah Sakit dan Sports Medicine Center Zainuttaqwa memang didesain untuk membantu masyarakat umum dan atlet olahraga berprestasi dalam menentukan pilihan dan kadar olahraga yang tepat bagi mereka. 

Menurut Direktur Komisaris Rumah Sakit dan Sports Medicine Center Zainuttaqwa, DR. Dr. Zainal Abidin, DSM, Internist, Sp.GK bahwa pembangunan fisik rumah sakit tersebut untuk menunjang program pemerintah Indonesia Sehat 2010. Serta memberikan kontribusi positif kepada warga kota Bekasi dan sekitarnya. ”Sebagai putera daerah Bekasi, saya membuka rumah sakit yang ramah dan peduli kepada semua orang. Ini sesuai motto kami Caring For Life, Peduli kepada Hidup atau Peduli Selamanya. Dengan format subsidi 30:70, rumah sakit ini tidak akan menyulitkan pasien yang tidak mampu. Semua bisa berobat kemari karena harganya, insya Allah mengambil harga terendah dari RS yang ada di Bekasi,” tegas doktor lulusan dari lima Universitas Jerman ini. 

Menurut pria yang juga menjabat sebagai Sport Science & IPTEK Olahraga KONI Pusat ini bahwa masyarakat kurang pemahaman tentang olahraga. Dalam kajian tentang olahraga sebenarnya bisa digunakan untuk menjaga kesehatan, meningkatkan kesehatan, dan mengembalikan kesehatan. Dalam ilmu olahraga kesehatan, olahraga ada yang bermanfaat sebagai sarana rehabilitasi, sarana rekreasi, dan prestasi. Saat ini masyrakat sudah mulai melakukan senam osteoporosis dan senam ibu hamil. Selain itu, masih ada banyak alternatif olahraga yang lain. 

”Saya bangga ada orang Bekasi asli yang mampu membangun rumah sakit. Bangunan boleh jadi bintang lima, tapi harganya kaki lima. Ini akan sangat membantu masyarakat yang membutuhkan pengobatan berkualitas dengan biaya terjangkau. Ini sangat menyenangkan. Dan saya baru tahu kalau asam urat itu bukan penyakit. Kita semua ternyata punya asam urat. Makan buah saat sakit juga ternyata diperbolehkan, pengapuran hal biasa dan bisa dicegah,” kata salah satu pasien yang berobat di RSZ saat ditemui Olahragaonline, pada Senin (20/8). ”Kami masih perlu melakukan persiapan dan pembenahan, mulai dari staf sampai peralatan, untuk memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat. Harapan kami, semua orang yang datang ke tempat kami, baik yang sehat maupun yang sakit, bisa puas memperoleh pelayanan kesehatan yang mereka perlukan,” tambah DR Zainal. 


Minggu, 12 Agustus 2012

Sport Science


Pelibatan Sports Science dalam pelaksanaan latihan prestasi tinggi. Olahraga saat ini tidak dapat lagi dikelola secara tradisional, sehingga  penerapan sport science adalah suatu yang mutlak.  Yang terpenting bagaimana penerapan sport science tersebut dilakukan secara tepat dan aplikatif. Untuk mewujudkan hal tersebut maka Bidang Sport Science dan IPTEK Olahraga KONI Pusat akan melakukan langkah-langkah sebagai berikut;
1)      Melakukan rekruitmen dan peningkatan kemampuan tenaga-tenaga Sports Science
2)      Melakukan kursus dan pendidikan pengayaan Sports Science
3)      Mengirim personel terpilih ke lembaga-lembaga Sports Science  luar negeri
4)      Secara berlanjut memenuhi kebutuhan dan pemutahiran peralatan tes dan pengukuran serta laboratorium olahraga.
5)      Melakukan afiliasi dan kerjasama program Sports Science dengan lembaga-lembaga sports science luar negeri.